Sebagian besar orang mengalami ketersesatan karena tidak memperhatikan lingkungan sekitarnya. Tahun 1996, helikopter Ranger yang tengah terbang di atas Death Valley, California, menangkap pemandangan mencengangkan ini. Sebuh mini van berada dekat Ngarai Canyon.
Mencengangkan, karena seharusnya tidak ada jalan yang mengarah ke titik itu, ataupun daerah yang dapat diseberangi tanpa kendaraan bertipe four-wheel drive (4WD). Melalui pelacakan, diketahui kalau van tersebut disewa empat orang turis Jerman. Mereka sekeluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan dua putranya.
Tom Mahood, seorang fisikawan yang selanjutnya menjadi petualang, mencoba mencari kembali jejak mereka. Mahood menemukan serangkaian kekeliruan yang bisa saja terjadi. Seperti salah memperhitungkan keterjalan ngarai, atau kesasar akibat petunjuk peta yang kurang jelas, sampai keempatnya terpisahkan dan hilang di padang gurun.
Manusia kebanyakan bisa tersesat karena tidak cukup memperhatikan lingkungan sekitar. Dan kisah tersebut telah menyingkap fakta, manusia telah kehilangan kemampuan alami untuk membaca tanda-tanda dalam menentukan arah dengan tepat.
Mengapa dewasa ini orang bisa cepat tersesat? "Pada zaman dulu, tersesat atau tidak sama saja dengan persoalan antara hidup dan mati. Satu saja kesalahan berbelok, misalnya, bisa berakhir di sarang dubuk," ujar Tristan Gooley, penulis buku The Natural Navigator.
Ujung-ujungnya, manusia purba menemukan metode sendiri untuk navigasi. "Menggunakan posisi Matahari dan bintang-bintang, pada kedudukan relatifnya dengan polaris, si Bintang Utara," tambah Gooley.
Berbagai metode pun ditemukan. Rerumputan melambai dalam arah angin, atau kemiringan atau kecondongan pohon ke arah mana angin bertiup. Para kelasi pada umumnya, juga mengenali arah melalui gelombang lautan dan baik kenaikan maupun penurunan air laut.
Memang untuk kemampuan navigator, manusia tidak sehebat binatang yang memiliki indera jitu dalam bentuk insting hewani yang mampu berfungsi sebagai kompas. Ini diungkap oleh Daniel Montello, pakar bidang geografi dan psikologi di Universitas California Santa Barbara.
Ia melanjutkan, "Meski secara indera manusia kalah dari binatang, karena ini faktor bawaan atau genetik, tetapi tetap kita lebih fleksibel."
Manusia bepergian lebih jauh daripada banyak hewan lain. Atau, begini contohnya, hewan mungkin berpindah tempat ribuan kilometer tapi cenderung kembali ke satu tempat spesifik, yang menjadi muasal.
"Sedangkan manusia berpindah sejauh mungkin lalu menandai tempat di mana ia pernah menginjakkan tempat. Sampai sekarang manusia sudah sampai ke sangat banyak tempat, sering tanpa pengetahuan sebelumnya," terangnya menegaskan.
"Kemampuan mencari arah manusia melemah seiring tidak dipakai lagi. Studi-studi menarik kesimpulan bahwa pemanfaatan GPS (Global Positioning System) selama beberapa jam saja dapat mengurangi kemampuan navigasi dalam jangka pendek," kata Montello.
Jika ingin mengasah dan mendapat kembali kemampuan ini, ada beberapa teknik sederhana yang dapat membantu Anda menghindari kehilangan arah.
"Caranya melihat berulang-ulang suatu tempat atau area tertentu, dari berbagi orientasi, untuk memvisualisasikan dalam benak," tutur Montello. Selain itu, tambahnya, perhatikanlah baik-baik setiap landmark di sekitar serta mencatat kecepatan dan arah ke mana Anda menuju.
Sumber: Live Science, Natural Navigator